Ai Yong Stroke Berat dan Sembuh Total
"Anda harus hidup bersama manusia untuk mengetahui masalah-masalah manusia, dan hidup bersama Allah untuk menyelesaikan masalah-masalah itu, bahkan yang paling berat sekalipun. Saya percaya di dalam Yesus; Ia mampu menyediakan permata di balik air mata."
Ai Yong, demikianlah kami (H dan E) biasa memanggilnya. Pada hari Minggu, 17 Maret 2002 sekitar pukul 19.00 WIB, kami ditelepon oleh keluarga Ai Yong dan mendapatkan kabar bahwa Ai Yong menderita sakit yang luar biasa di kepalanya. Kami segera datang dan melihatnya sedang terbaring kesakitan. Kemudian, bersama keluarga di rumah, kami berdoa agar Tuhan menolong Ai Yong. Beberapa hamba Tuhan juga dihubungi. Ai Yong didoakan lewat telepon, namun kondisinya semakin memburuk. Ai Yong mulai kehilangan kesadarannya. Kira-kira pukul 21.00 WIB, kami melihat Ai Yong semakin menderita. Karena itu, keluarganya memanggil seorang dokter untuk menolongnya. Setelah diperiksa, dokter mengatakan bahwa kondisi fisiknya baik. Namun, tetap saja Ai Yong gelisah dan berkata lirih "sakit...sakit..." sambil menunjuk kepalanya. Kira-kira pukul 22.00 WIB, di pangkuan saya, ia menjerit amat kesakitan. Tubuhnya tampak berguncang. Ai Yong kehilangan kesadaran.
Paginya, kami menyadari bahwa ini adalah keadaan darurat dan harus segera ditolong. Ai Yong dibawa ke rumah sakit dan dokter menyimpulkan bahwa kemungkinan untuk sembuh sangat kecil. Belum ada peralatan medis yang memadai di Malang, Jawa Timur. Dokter mengatakan bahwa Ai Yong akan dirawat dan dipantau perkembangannya selama 10 hari. Hari-hari yang kami lalui terasa sangat menegangkan. Ai Yong berada dalam kondisi tidak sadar dan terus gelisah bahkan tangannya harus diikat. Dalam keadaan tidak sadar, Ai Yong selalu berusaha mencabut jarum infus di tangannya. Setelah tiga hari di rumah sakit dan tidak ada kemajuan apa-apa, keluarga berpikir untuk segera memindahkannya ke rumah sakit di Jakarta. Keputusan untuk memindahkan ke Jakarta memang sangat sulit, karena Ai Yong berada dalam kondisi sangat parah.
Untuk memindahkan Ai Yong ke Jakarta, risikonya sangat besar. Dokter pun tidak mau mengambil risiko ini. Akhirnya, Ai Yong dibawa ke Jakarta dengan memesan pesawat khusus -- kami menyebutnya ambulans udara. Ruangan pesawat itu memang dirancang khusus untuk kondisi darurat. Pesawat hanya bisa ditumpangi oleh pasien dan dua anggota keluarga, serta tenaga medis. Seharusnya pesawat tiba pukul 15.00 WIB di Malang. Namun, pada penerbangan dari Jakarta ke Malang, pesawat menghadapi angin puting beliung sewaktu melintasi kota Semarang. Ini menyebabkan pesawat terlambat sampai di Malang. Sepertinya keterlambatan pesawat merupakan malapetaka, namun rancangan Tuhan berbeda. Menurut ketentuan, pasien yang bisa dibawa ke Jakarta adalah pasien yang "harapan hidup"nya masih di atas 50 persen. Justru karena terlambat, tim dokter yang ada di pesawat tidak sempat lagi memeriksa pasien. Jika pesawat tidak terlambat, pasti Ai Yong tidak bisa dibawa ke Jakarta. Begitu pesawat mendarat, pasien langsung dibawa naik dan pesawat bersiap-siap untuk berangkat. Ketika ambulans udara tersebut terbang menuju Jakarta, dokter memeriksa dengan peralatan medis yang canggih dalam pesawat itu. Diketahui hasilnya bahwa kondisi Ai Yong sudah sangat kritis, harapan hidupnya hanya tinggal 10 persen saja, karena otaknya sudah dipenuhi darah. Kedua anak perempuan yang mendampinginya hanya bisa menangis dan berdoa mendengar hasil pemeriksaan dokter di pesawat. Untuk kembali ke Malang sudah tidak ada waktu, akhirnya keluarga dan dokter memutuskan untuk tetap membawa pasien dengan segala risikonya. Mengapa tidak punya waktu? Pesawat harus sampai di Jakarta sebelum pukul 18.00 WIB. Di sana sudah ada helikopter yang siap untuk membawa pasien. Sesampainya di Halim Perdana Kusuma, Ai Yong dipindahkan ke helikopter menuju salah satu rumah sakit di Jakarta.
Setiba di rumah sakit, tim dokter langsung menanganinya. Operasi dilakukan pukul 23.00 WIB malam itu juga. Operasi sudah dilakukan beberapa kali dan Ai Yong tidak sadar lebih dari satu bulan (36 hari). Selama Ai Yong tidak sadar, keluarga disiapkan untuk menerima kenyataan sekiranya Ai Yong dipanggil pulang ke rumah Bapa. Atau paling tidak, jika Ai Yong bisa bertahan hidup, keluarga bersedia merawatnya. Besar kemungkinan Ai Yong tidak dapat berjalan lagi dan sebagainya. Dalam masa-masa ini, kami terus berdoa meskipun hati kami pedih.
Setelah sebulan lebih, akhirnya Ai Yong sadar. Ketika ditanya, Ai Yong masih mengingat nomor telepon, anak-anak, dan teman-teman dekatnya. Kemudian Ai Yong belajar menggerakkan tangan dan kakinya. Setelah itu Ai Yong belajar berdiri dan berjalan. Akhirnya Ai Yong boleh pulang ke Malang dan kami melihat mukjizat Allah terjadi dalam hidupnya. Ai Yong sembuh! Bahkan tidak minum obat lagi. Keluarga besar Ai Yong diajar untuk sungguh-sungguh mengandalkan Tuhan dalam hidup mereka dan terjadi kebangunan rohani dalam keluarga besar Ai Yong. Pengalaman Ai Yong memberikan pelajaran yang berarti. Meskipun harapannya tampak tipis sekali atau bahkan tidak mungkin, bagi Allah segala sesuatu mungkin adanya; Ia sanggup menyembuhkan. Namun yang paling menggembirakan, melalui pengalaman ini, anak-anak dan keluarga kami juga ditolong untuk benar-benar mengandalkan Tuhan dalam hidup kami.
Melalui pengalaman hidup Ai Yong, kami diajar dan dikuatkan. Manusia bisa memprediksi bahwa kemungkinan Ai Yong untuk hidup saja sangat kecil, apalagi kemungkinan untuk sembuh. Tetapi manusia bukan Tuhan! Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Kami terus dikuatkan melalui hal ini.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Permata di Balik Air Mata |
Penulis | : | H dan E |
Penerbit | : | Mitra Pustaka, Bandung 2004 |
Halaman | : | 32 -- 36 |