Bapa Yang Baik
Saya (HH) lahir dari keluarga Kristen, dari orangtua yang takut akan Tuhan. Mereka mengajarkan kami sepuluh bersaudara sejak kecil untuk taat beribadah dan mendidik kami dengan bijaksana. Dengan penghasilan ayah yang pas-pasan, hidup kami berpindah-pindah dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan lain. Namun, kami merasakan pemeliharaan Tuhan atas kehidupan kami.
Cerita ini berawal ketika saya berumur satu tahun. Pada waktu itu saya pernah mengalami kejang selama 7 jam. Dokter sudah angkat tangan, bahkan dia mengatakan kalaupun saya bisa sembuh, kemungkinan besar saya akan menjadi bisu tuli, atau bahkan lebih parah lagi -- idiot.
Saat menempuh pendidikan di sekolah dasar (SD), saya sulit sekali belajar serta menangkap pelajaran yang diberikan. Karena dianggap terlalu bodoh, sering kali saya dikeluarkan oleh pihak sekolah. Saya selalu berpindah-pindah sekolah dan menyelesaikan SD selama 9 tahun, itu pun selalu naik percobaan. Setelah masuk tahun pertama SMP, walaupun terus didukung oleh orangtua, namun saya tetap tidak mampu mengikuti pelajaran. Akhirnya saya berhenti sekolah. Tahun 1972, saya diajak orangtua pergi ke Tarakan, Kalimantan. Di daerah penebangan kayu itu saya mulai mengenal alat-alat berat dan suku cadang. Timbul ketertarikan dalam hati saya untuk mengenal dan menggeluti perbengkelan mesin-mesin berat. Berbekal pengalaman bekerja dengan mesin-mesin besar, tahun 1979 saya membuka bengkel kecil-kecilan di Surabaya, dan pada tahun itu pula saya menikah.
Pada tahun 1987 ayah saya meninggal, tapi Tuhan terus menjadi Bapa yang sangat baik bagi saya dan keluarga saya. Kehilangan ayah membuat saya menjadi sangat tergantung pada Bapa di Surga. Saya memanggil Dia "Papa", karena saat saya berhadapan dengan-Nya dan berkomunikasi dengan-Nya, saya merasa sama seperti berbicara pada ayah saya sendiri. Saya terus berusaha dekat pada-Nya, apa pun yang terjadi dalam hidup saya, selalu saya bawa dalam jeritan doa padanya. Dia betul-betul memelihara kehidupan saya dengan luar biasa. Taraf kehidupan saya mulai meningkat. Kini saya telah memiliki bengkel yang besar dan menjadi cukup terkenal di Indonesia. Dari seorang yang dianggap terlalu begitu bodoh oleh manusia, Bapa telah memelihara hingga menjadi seorang yang sukses dalam dunia perbengkelan, serta mampu menguasai teknologi mesin menyamai seorang sarjana mesin. Sungguh nyata pemeliharaan tangan Tuhan.
Memang hidup tidak selalu semudah itu; banyak kesulitan-kesulitan yang diperkenankan Tuhan ada dalam kehidupan kita dengan maksud agar kita terus belajar dan bergantung hanya pada-Nya. Tahun 1986 saya sempat mengalami kehancuran, karena kesibukan saya dalam pelayanan bersama teman-teman. Saya pergi ke Belanda untuk mencari pekerjaan, namun ternyata Tuhan tidak menghendaki saya di sana karena mendadak anak saya terkena demam berdarah, sehingga saya harus segera pulang ke Indonesia. Saat itu saya menjadi mengerti bahwa Tuhan memberikan ladang pelayanan profesional yang harus saya pertanggungjawabkan. Saya menjadi mengerti dan berusaha kembali ke pelayanan yang dipercayakan Tuhan pada saya. Sebagai anak Tuhan kita tidak boleh menomorduakan pekerjaan kita, karena itu adalah hal utama yang Tuhan percayakan pada kita.
Pada tahun 1987, seorang teman saya menawarkan pekerjaan sebagai kepala montir di Solo. Saya menerima pekerjaan itu dan pindah ke Solo, sebuah kota dan lingkungan yang baru bagi saya. Ketika saya pindah pekerjaan dan naik menjadi rekanan di tahun 1992, saya menderita penyakit "retina step", sebuah penyakit mata yang membuat saya hampir tidak bisa melihat. Dokter yang menangani saya mengatakan bahwa kalaupun saya sembuh, saya tidak boleh kembali bekerja sebagai montir, karena pekerjaan itu terlalu menguras konsentrasi mata dan saraf otak saya. Walaupun saya punya anak buah, saya selalu turun tangan sendiri dalam pekerjaan untuk memberi pengarahan dan panutan.
Di tengah segala keterbatasan fisik saya, Tuhan bekerja dan terus memelihara hidup saya. Bengkel saya menjadi cukup terkenal di Indonesia, karena menjadi langganan konsultasi majalah-majalah otomotif terkenal di Indonesia. Kehidupan yang berkecukupan sebagai tanda pemeliharaan-Nya saya syukuri dan saya terharu karena begitu besar kasih Bapa dalam kehidupan saya, yang dulu dianggap rendah oleh orang lain, tapi Bapa mengangkat dan memberkati saya. Saya memang mengambil waktu khusus di pagi hari atau malam hari untuk dekat dengan Bapa. Semakin diberkati, semakin saya berusaha lebih dekat tersungkur di kaki-Nya, semakin saya terharu oleh kebaikan pemeliharaan Bapa.
Sebuah contoh bagaimana Tuhan bekerja dalam keterbatasan saya adalah anak perempuan pertama saya yang tidak bisa memiliki keturunan. Setiap kali hubungannya sudah dekat dengan seorang pria, saat dia memberitahukan bahwa ia tidak dapat memiliki keturunan, hubungannya selalu putus. Hal tersebut membuat dia sangat tertekan dan trauma. Namun saya terus menguatkannya, dengan mengatakan bahwa Tuhan pasti punya rencana. Tidak lama kemudian dia bertemu dengan seorang pemuda Belanda yang tampan. Saat pria ini bermaksud melamarnya, anak saya pun memberitahukan hal tersebut. Berbeda dengan sebelumnya, ternyata bagi pria ini hal itu tidak jadi masalah. Bagi budaya Barat, memiliki keturunan bukan sebuah pertimbangan utama dalam pernikahan, sangat berbeda dengan budaya Timur kita. Akhirnya, mereka melangsungkan pernikahan di negeri Belanda.
Mukjizat-mukjizat Tuhan sangat banyak saya alami dalam kehidupan saya, walaupun dalam hal-hal kecil. Dia menyatakan bahwa Dia benar-benar ada dan menyertai saya. Jangan melihat keterbatasan kita, tapi tetaplah pandang pada Bapa kita yang baik, bagi-Nya segala sesuatu mungkin, asal kita bergantung sepenuhnya hanya pada-Nya.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah | : | SUARA, Edisi 77, Tahun 2005 |
Penulis | : | KM |
Penerbit | : | Communication Department Full Gospel Business Men's Fellowship International - Indonesia |
Halaman | : | 6 -- 9 |