Dipanggil Menjadi Hamba-Nya
Nama saya SH dan saya dilahirkan dalam lingkungan non-Kristen. Ayah saya berasal dari Sulawesi Selatan dan ibu saya berasal dari Tapanuli Selatan. Keluarga kami sangat menekankan ajaran agama. Ketika SMP, saya dimasukkan dalam sekolah yang bernuansa religius. Lalu, pada 1992 saya melanjutkan sekolah saya di salah satu universitas yang ada di Sumatera Utara, lalu pada tahun 1996 saya kembali ke Jakarta. Pada 1997, saya bekerja di suatu perusahaan multinasional yang berada di daerah G di Maluku. Di sinilah awal pertobatan saya serta menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, tepatnya pada Juli 1999. Awal pertobatan yang membuat saya berpaling dari keyakinan yang lama adalah perihal kewajiban untuk membunuh setiap orang yang berada di luar ajaran agama kami.
Hal ini membuat saya mulai berpikir, mengapa agama yang saya anut sejak kecil ini mengajarkan hal tersebut? Selain itu, ada salah satu ayat di dalam kitab agama lama saya, bahwa sesungguhnya Yesus memberi pengetahuan tentang akhir zaman, dan pemeluk ajaran kami diperintahkan untuk mengikut Yesus, jalan yang lurus itu. Setelah membaca ayat ini, saya pun menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat hidup saya. Menurut saya, hanya Tuhanlah yang dapat mengetahui hari akhir itu.
Dimuridkan
Pada 26 Desember 1999, terjadilah kerusuhan antaragama di Maluku. Namun karena mukjizat Tuhan Yesus Kristus, saya pun dapat melarikan diri ke kota Manado. Saya dibaptis di sana, yaitu di daerah S oleh seorang hamba Tuhan yang melayani sebuah gereja lokal. Selama berada di Manado, saya bekerja pada salah satu perusahaan ekspedisi sampai 2001.
Pertengahan 2001, saya kembali ke Jakarta untuk pulang ke rumah saya, tetapi keluarga saya mempersoalkan status saya sebagai orang Kristen. Akhirnya, saya memilih menghindari mereka dan menetap di rumah seorang pendeta yang berada di Jakarta Pusat. Di rumah pendeta inilah saya mulai mengenal pelayanan. Selama setahun, hidup rohani saya dibentuk oleh pendeta tersebut.
Pada awal 2003, saya kembali ke rumah dan menetap di sana, walaupun hubungan di antara anggota keluarga mengalami keretakan. Saya tetap bertahan dalam lingkungan ini, dengan harapan agar mereka juga mau menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat mereka. Selama menetap dalam lingkungan keluarga sampai 2004, saya masih tetap menjadi pengerja di gereja yang memuridkan saya. Pada pertengahan 2003, saya masuk sekolah Alkitab untuk mengambil kesarjanaan teologi (S.Th) di ITKR (Institut Teologi dan Kepemimpinan REM) Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pada 2007 lalu, saya telah diwisuda dan saat ini saya mengambil program S2 (M.Th.). Saya sangat yakin, jika Tuhan Yesus telah menolong saya dari kerusuhan SARA di Maluku, saya juga yakin bahwa Tuhan Yesus akan menolong saya untuk kelanjutan kuliah saya ini, baik dana atau pun yang lainnya. Selama saya kuliah di ITKR, 4 tahun yang lalu, meski tidak ada sponsor, Tuhan mencukupkan semua yang diperlukan.
Merintis Gereja
Pada 2004, saya menikah dengan wanita asal Sumatera Utara bernama TS yang juga merupakan pelayan Tuhan. Saya dan istri merintis pelayanan untuk membangun sebuah gereja. Sampai saat ini [saat kesaksian ditulis, Red.], saya telah menggembalakan 20 orang dewasa dan 15 orang anak-anak. Walaupun sarana ibadah yang kami gunakan setiap minggunya masih cukup sederhana, tetap tidak mengurangi sukacita yang kami alami. Iringan musik organ tunggal dan speaker saja cukup bagi kami untuk membakar semangat pujian dan penyembahan kami bagi Tuhan Yesus. Kami berencana akan merenovasi rumah kami untuk menjadi gereja. Saya percaya Tuhan Yesus Kristus pasti menolong gereja-Nya, sehingga Tuhan dapat merenovasi rumah yang kami gunakan tersebut menjadi bentuk gereja yang lazim pada umumnya. Semoga kesaksian ini dapat menjadi berkat bagi pembaca sekalian. Tuhan Yesus Kristus memberkati.
Diambil dan disesuaikan dari: | ||
Judul tabloid | : | Keluarga, Edisi 40 Tahun II -- 2008 |
Penulis | : | Tony Tedjo |
Penerbit | : | PT. Anugerah Panca Media, Surabaya |
Halaman | : | 28 |