Diputuskan dari Rantai Narkoba
Saya (DM) dilahirkan dan dibesarkan dalam sebuah keluarga yang memunyai tradisi dan ajaran kepercayaan yang diwariskan turun temurun dalam keluarga kami. Saya hampir tak pernah menemui kesulitan dalam sepanjang perjalanan hidup, bahkan dalam karier ataupun bisnis yang telah saya rintis sejak tahun 1998, tidak pernah menemui kegagalan.
Sebelum terjadi krisis ekonomi yang melanda bangsa ini beberapa tahun lalu, saya pernah membeli barang-barang yang berhubungan dengan garmen yang sangat banyak jumlahnya, dan saya simpan di gudang kami di Surabaya. Ternyata, pada masa krisis berlangsung, para pengusaha garmen dari Jakarta, Surabaya, atau kota-kota lainnya di Indonesia, bahkan pedagang dari Nigeria mengetahui hanya saya yang masih menyimpan barang-barang tersebut, sehingga sekalipun dengan harga yang sudah disesuaikan, mereka datang kepada saya untuk membeli barang-barang tersebut. Melalui peristiwa itu, bukan saja telah menyebabkan saya memeroleh keuntungan yang sangat besar, tetapi juga telah membuat saya menjadi semakin sombong dan hidup ini rasanya bagaikan seorang "raja".
Dalam hidup yang berlimpah tersebut, saya mulai tertarik dengan gaya hidup orang-orang kaya di Surabaya. Salah satu tren yang paling digemari saat itu adalah keluar malam untuk berhura-hura di diskotek sampai pagi. Ketika saya menghadiri dunia remang-remang tersebut, mula-mula saya hanya lakukan untuk meneruskan kesenangan berjudi yang selalu saya gemari sejak 1993. Tetapi, ketika seorang teman mengajak saya ke lantai dansa sambil menelan pil inex atau ekstasi, saya merasakan kenikmatan yang tak terkatakan, maka sejak hari itulah saya mulai mengajak rekan-rekan yang lain untuk menikmatinya. Kalau ada di antara mereka yang tidak mau menelan pil tersebut, maka tanpa sepengetahuan mereka saya memasukkan pil tersebut ke dalam minuman mereka.
Ketika hati saya semakin terpaut dengan maraknya gemerlap malam tersebut, saya menyerahkan tugas-tugas dan pekerjaan bisnis saya untuk ditangani secara penuh oleh istri saya. Setiap hari, jika waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB, saya bersiap berangkat untuk berjudi serta menikmati shabu-shabu dengan kawan-kawan di salah satu ruang VIP diskotek. Saya kembali ke rumah sekitar pukul 01.00 WIB atau pukul 02.00 WIB, kemudian tidur dan bangun keesokan harinya sekitar pukul 13.00 WIB. Perilaku ini berlangsung sekitar enam hingga tujuh tahun lamanya.
Sekitar tahun 1998, istri saya mengunjungi dukun ataupun paranormal untuk meminta pertolongan agar saya terlepas dari shabu-shabu dan perjudian. Namun usaha ini sia-sia. Saya semakin hari semakin ketagihan untuk terus mengonsumsinya. Kalau barang tersebut banyak di pasaran, biasanya satu gram di jual seharga Rp. 250.000 untuk sekali pakai. Tetapi jika barangnya sedikit di pasaran, saya membeli satu gram seharga Rp. 1.000.000,00 sebab apabila dalam sehari saya tidak menghirup uap shabu-shabu, maka seluruh tubuh saya akan terasa sakit dan ngilu di seluruh persendian saya.
Pada suatu hari sekitar pukul 02.00 WIB, saya tiba di rumah dan melihat sebuah undangan tergeletak di atas meja di rumah kami. Setelah saya membacanya, ternyata adalah sebuah undangan "dinner meeting" yang dilaksanakan oleh FGBMFI di Surabaya. Keesokan harinya, istri saya menelepon untuk bertanya tentang undangan makan malam tersebut. Karena saya terkesan dengan tulisan "Business Men's" yang tertera dalam undangan itu, pikiran saya mengatakan bahwa siapa tahu di sana ada orang yang bisa diajak kerja sama, maka saya mengatakan kepada istri saya bahwa saya akan mengikutinya.
Sebelum berangkat ke pertemuan tersebut, saya masih menyempatkan diri untuk mengonsumsi shabu-shabu secukupnya. Dalam pertemuan tersebut sambil melayang-layang karena sedang "on", saya mendengar seorang pembicara menceritakan bahwa sebelum ia bertobat, ia pernah membunuh tujuh orang. Disertai dengan sungut-sungut saya mengatakan dalam hati bahwa "bukankah orang-orang baik masih banyak, tetapi mengapa pembicaranya bekas pembunuh!" Meskipun demikian, saya merasa senang berada dalam pertemuan tersebut -- akan tetapi, keesokan harinya, saya tetap pergi berjudi dan menyabu dengan kawan-kawan di diskotek seperti biasanya.
Tiga hari kemudian, setelah saya menceritakan tentang pertemuan yang saya hadiri beberapa malam yang lalu kepada adik saya, ia mengatakan bahwa bilamana ada pertemuan seperti itu, ia berjanji bahwa ia akan ikut serta dengan saya. Pada bulan berikutnya, ketika istri saya menerima undangan "dinner meeting" dari salah seorang member FGBMFI, saya membawa adik ipar dan saudara-saudara saya yang lain pergi mengunjungi dinner tersebut. Setelah tiba di ruang pertemuan itu, salah seorang pengurus FGBMFI yang belum saya kenal, menyambut dengan ramah seperti seorang yang telah menjadi sahabat cukup lama. Ia mengatakan, "Hello..." dan memeluk saya. Sebenarnya saya agak risih menerima pelukan itu, sebab yang biasa memeluk saya ialah wanita-wanita malam di diskotek. Ketika saya berada di ruang pertemuan itu, saya memerhatikan para penyanyi yang sedang bernyanyi sambil melemparkan senyum. Sejak hari itu, hati saya mulai bertanya, mengapa mereka bisa tertawa dengan riang, tidak seperti diri saya walaupun saya memiliki segala-galanya, namun hati saya selalu sumpek.
Hari-hari saya lewati dengan hati "penasaran" tentang sukacita yang diperlihatkan oleh anggota FGBMFI. Pada bulan berikutnya, ketika istri saya menerima undangan itu, saya bertambah semangat menghadiri "dinner meeting" tersebut. Sebelum saya berangkat, seperti biasanya saya nyabu terlebih dahulu. Sesampainya di sana saya bertemu S -- bekas pecandu narkoba dan sekarang telah bebas dari jerat narkoba. Saat diadakan tantangan maju ke depan untuk didoakan, sebenarnya saya tidak berniat untuk maju. Tetapi setelah S mendorong saya untuk maju, dalam keadaan masih "on" saya berjalan ke depan. Setelah didoakan saya merasakan kedamaian. Pukul 19.00 WIB, saya dan adik saya mengikuti seminar berikutnya. Dalam seminar tersebut, saya bertemu dengan H dan S -- anggota FGBMFI dan mereka mendoakan saya. Saat mereka sedang berdoa, saya melihat tetesan air yang keluar dari mata mereka, tetapi saya belum merasakan perubahan mendasar dari diri saya.
Pada suatu hari, H dan S datang ke rumah saya untuk menjemput saya berangkat ke pertemuan di Sarangan, Jawa Tengah. Sekalipun dengan rasa terpaksa, akhirnya saya mengikuti mereka berangkat ke sana. Di tengah- tengah pertemuan tersebut, tanpa sengaja, mulut saya mengatakan kepada salah seorang anggota FGBMFI di Sarangan, bahwa saya masih terikat dengan perjudian dan narkoba. Ia terkejut mendengar perkataan saya. Ia segera menceritakan kepada teman-teman yang lain. Segera mereka mendoakan saya dan menyarankan agar saya menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat pribadi.
Pada tanggal 14 November 2001 , H dan S datang ke rumah dan mengajak saya ke gereja untuk mengikuti baptisan. Sebenarnya saya telah membuat alasan sedang sakit perut agar saya tidak pergi ke gereja. Tetapi, karena saya melihat ketulusan H gereja dan S, maka akhirnya saya bersedia ikut dengan mereka. Sesampainya di sana, sebelum dibaptis, saya mendengarkan beberapa ayat firman Tuhan disampaikan kepada kami. Pada saat saya dibaptis, saya melihat S dan H dengan penuh kesungguhan berdoa. Dalam hati saya berkata, mengapa orang-orang ini sangat mengasihi saya? saat itulah Tuhan menjamah dan meluluhkan hati saya. Hari itu, Tuhan membebaskan saya secara total.
Setelah saya tiba di rumah pada sore hari, istri saya belum kembali dari kantor. Lalu, pikiran saya mulai berkata bahwa ini adalah saat saya untuk mandi dan siap kembali berangkat keluar malam untuk berjudi dan nyabu lagi. Tetapi sebelum saya hendak melangkahkan kaki untuk keluar dari rumah pada pukul 18.00 WIB, sekonyong-konyong ada angin kencang memenuhi seluruh ruangan kamar tidur saya dan merobohkan saya hingga jatuh tersungkur di atas lantai. Saya berlutut dan berdoa, dan Tuhan menjamah saya. Sambil menangis di hadapan Tuhan saya minta ampun atas segala dosa-dosa saya, serta memohon agar Tuhan membebaskan saya dari narkoba.
Keesokan pagi, saya berangkat memeriksa rumah yang sedang dibangun oleh seorang kontraktor. Sore hari, saya kembali ke rumah untuk bertemu dengan istri dan anak-anak
saya untuk makan malam bersama. Biasanya, jika saya tidak mengonsumsi narkoba sekali dalam sehari, maka dapat dipastikan saya akan sakit karena ketagihan obat (sakau). Tetapi, kali ini setelah sehari saya lewati tanpa menghirup asap shabu-shabu, tak ada rasa sakit atau ketagihan sedikit pun pada diri saya. Demikian juga dengan hari-hari berikutnya. Saya yakin bahwa Tuhanlah yang telah membuat saya tidak pernah ketagihan lagi lagi.
Pada suatu hari, ketika saya merasa tergoda untuk kembali mengonsumsi shabu-shabu itu, saya dan istri saya berdoa kepada Tuhan untuk menolak pengaruh dan ketergantungan pada obat-obatan tersebut. Saya bersyukur, karena Tuhan telah menolong saya melewati setiap godaan tersebut. Sejak Tuhan Yesus membebaskan saya dari rantai keterikatan obat-obat terlarang, sejak itu pula saya membawa istri dan anak-anak, serta seluruh keluarga saya menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.
Diambil dari: | ||
Judul buletin | : | SUARA, Edisi 73, Tahun 2004 |
Penulis | : | KM |
Penerbit | : | Yayasan Persekutuan Usahawan Injili Sepenuh Internasional (PUISI), Jakarta |
Halaman | : | 9 -- 12 |