Gerilyawan Kristus
L mulai menceritakan tentang Kristus kepada orang lain sejak ia masih kanak-kanak. Ia sekarang berusia 17 tahun dan tetap berani memberitakan Injil Kristus kepada dunia. L berani memberitakan Injil walaupun di bawah ancaman gerilyawan komunis, yang senantiasa meneror masyarakat umum dan melawan pemerintah dalam perang untuk melindungi jalur perdagangan opium. L dibesarkan di sebuah desa kecil terpencil di tengah hutan. Pada tahun 1999, ketika ia berusia 10 tahun, pasukan gerilya menyerang kotanya. Ia mengenang saat bersembunyi di bawah tempat tidur untuk menghindari rentetan tembakan di atas kepalanya. Pada hari itu, pasukan gerilya menyandera ayahnya dan menggunakan beliau sebagai tameng hidup untuk meloloskan diri dari pasukan pemerintah yang datang merebut kembali kota itu. Mereka membebaskan ayah L 4 jam kemudian.
Pertempuran antara pasukan pemerintah dan gerilyawan terus berlangsung. Banyak teman L terbunuh. Bom meledak hampir setiap hari dan setiap orang di desa terus-menerus mengalami ketegangan. Keluarga L mencoba pergi untuk menjauhi bahaya dengan pindah ke kota lain. Pada saat L berusia 12 tahun, ia dirundung keputusasaan. Desa kelahirannya sudah hancur. Ia tidak memunyai teman di desa baru ini. Ayahnya telah meninggalkan keluarga mereka; L, ibu L, serta kakak L yang cacat ditinggalkan begitu saja. "Aku bertanya-tanya di manakah Tuhan pada saat itu," kata L. "Saat aku berusia 13 tahun, Tuhan menjamah hidupku. Ia mengatakan kepadaku bahwa Ia adalah Tuhan dan Bapaku, serta Ia akan selalu beserta denganku," kata L, dengan sukacita terpancar dari senyumannya. "Aku merasakan kasih Tuhan datang kembali di dalam hidupku."
L merasa harus berbuat sesuatu untuk orang-orang di pedesaan, seperti di desanya yang begitu menderita. Ia memakai uang tabungannya yang sedikit untuk membeli beberapa buku, beberapa permainan, dan hadiah lain sebelum ia kembali ke desa kelahirannya. Ia membawa kitab-kitab Perjanjian Baru yang disumbangkan oleh Gideon International. Ia membagikan kitab Perjanjian Baru itu kepada semua orang, bahkan kepada petugas polisi, tentara, dan gerilyawan. "Aku mengatakan kepada mereka, Yesus masih mengasihimu walaupun kamu telah menyebabkan semua kepedihan," katanya. L sebenarnya takut membagikan Perjanjian Baru ini, tetapi pikirnya, jikalau ia mati, ia akan mati bersama dengan Kristus. Pasukan gerilya dan pihak lain bersyukur menerima pemberian ini, terlebih lagi pemberian Alkitab oleh L. Melalui pemberian itu, untuk pertama kali mereka merasa diperlakukan seseorang dengan kebaikan.
L membagikan buku-buku "Berkorban Demi Kristus" dalam bahasa Spanyol kepada mereka. Mereka yang menerima buku itu berkata kepadanya, "L, terima kasih banyak sudah memberikan buku-buku ini kepada kami. Buku-buku ini mendorong kami untuk terus maju." Pada usia 15 tahun, L merasa ia harus memunyai pengetahuan Alkitab. Ia tidak memunyai uang untuk sekolah di seminari, tetapi Tuhan menyediakan apa yang dibutuhkannya. Ia belajar untuk bergantung kepada Tuhan untuk semua hal. L sekarang sudah menginjak tahun kedua belajar di sekolah Alkitab. Ia masih bepergian ke daerah-daerah pinggiran untuk membagikan Injil. Ia terbeban untuk melayani anak-anak. Karena mengingat usianya, pasukan gerilya dan kalangan militer tidak melihatnya sebagai ancaman, dan mereka tidak mengganggunya. "Aku tidak takut," katanya. "Inilah keinginanku yang terbesar. Aku sudah menerima panggilan dari Tuhan untuk mengabarkan Kabar Baik di daerah-daerah yang berisiko tinggi ini. Aku ingin sekali tetap memancarkan Kristus melalui pelayananku."
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buletin | : | Kasih dalam Perbuatan), edisi Mei -- Juni 2009 |
Penulis | : | tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Kasih dalam Perbuatan, Surabaya |
Halaman | : | 7 |