Kasih Menyegarkan Jiwaku
Aku dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang tidak bahagia. Ayahku seorang pelaut dan jarang berada di rumah. Ada kalanya berbulan-bulan, ada kalanya setahun, baru kembali ke rumah. Aku dan adik ditinggal bersama dengan ibu yang buta huruf. Sewaktu aku berusia lima tahun, ayah meninggal dunia karena menderita sakit lever. Ibu, dengan membawa anak, menikah lagi. Ayah tiriku seorang duda yang memunyai seorang anak. Dengan demikian, dua keluarga menjadi satu.
Ayah tiriku juga seorang pelaut yang jarang berada di rumah. Karena punya banyak waktu luang, ibu mulai memunyai kebiasaan berjudi dan tidak jarang sampai larut malam baru pulang. Dalam ingatanku yang masih muda, ibu juga kerap kali tidak pulang dan kami berlima ditinggal begitu saja di rumah. Pada waktu aku di kelas tiga, ibu berutang banyak karena judi, lalu melarikan diri. Maka morat-maritlah keluarga kami. Tiga tahun kemudian, ibu dan ayah tiriku bercerai, lalu ibu menikah lagi dengan seorang bujangan dan pindah ke kota lain.
Selama 22 tahun, boleh dikatakan aku tidak merasakan kehangatan kasih sehingga aku merasa tawar dan tidak merasakan arti dari hidup ini. Tetapi pada suatu hari, secara kebetulan aku berkenalan dengan seorang saudari yang mengajakku ke gereja. Begitu masuk ke ruang gereja, aku langsung menyukai suasana yang hening, suasana damai, dan penuh kehangatan kasih. Dengan perhatian yang diberikan saudari lainnya dan kesabaran dalam memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, aku mulai mengenal kasih Kristus. Dengan berlalunya waktu, maka tibalah saatnya aku memutuskan untuk menerima baptisan. Mulai saat itu, aku merasa hidup baru. Aku rajin berbakti, membaca Alkitab, dan berdoa. Memelihara persekutuan yang erat dengan sesama pemuda-pemudi gereja. Sekarang aku mulai merasakan arti hidup dan kegairahan hidup.
Kekristenanku mendapat tentangan dari keluarga. Dengan bersandar dan hikmat dari Tuhan, aku bukan saja tetap pada keyakinanku, bahkan adikku yag paling besar telah percaya kepada Tuhan juga. Tatkala aku mau membawa adik lainnya ke gereja, aku mendapat teguran keras dari keluarga, bahkan sampai hati mereka mengusir aku. Meskipun demikian, aku tetap bersyukur kepada Tuhan karena dalam Matius 16:24 Tuhan Yesus mengatakan, "Setiap orang yang mau mengikut aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."
Aku berkeyakinan bahwa penderitaan yang kualami akan menggembleng aku agar nama Tuhan dipermuliakan melalui diriku. Aku berkeyakinan juga bahwa melalui ujian, aku bagaikan emas yang diuji dengan api, yang akan lebih menyatakan nilainya. Dan setelah melalui ujian ini, aku akan memperoleh mahkota yang dijanjikan Allah padaku.
Setelah dua tahun percaya Tuhan Yesus, aku bersyukur kepada Tuhan yang berkenan memakaiku sehingga aku dapat melayani di sekolah minggu, bahkan menjabat sebagai ketua komisi. Dalam hatiku selalu berdoa agar Tuhan juga menyelamatkan seluruh keluargaku.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Jalan Tuhan Terindah |
Judul artikel | : | Kasih Menyegarkan Jiwaku |
Penulis | : | Pdt. Paulus Daun, M.Div., Th.M. |
Penerbit | : | Yayasan Daun Family, Manado 1996 |
Halaman | : | 29 -- 32 |