Indah Rencana-Mu, Tuhan
"Indah rencana-Mu Tuhan" adalah perkataan yang sering kali saya ucapkan dalam hati saya. Saya lahir dalam keluarga Kristen. Ayah saya seorang Kristen yang bergereja dan ibu saya adalah seorang Kristen yang taat, dan mendidik anak-anaknya untuk melakukan apa yang sesuai dengan firman Tuhan.
Meski saya Kristen sejak lahir, namun saya benar-benar mengenal kekristenan dan panggilan Tuhan dalam hidup saya saat saya kelas 5 SD dan sedang mengikuti Pendalaman Alkitab (PA) di gereja. Sejak kecil, saya sangat senang membaca Alkitab dan membaca berbagai buku cerita Alkitab seperti Daud dan Goliat, Yusuf, dan lain sebagainya. Saya sering memenangkan lomba-lomba Cerdas Tangkas Alkitab (CTA) di gereja dan saya juga dua kali memenangkan Olimpiade CTA yang diadakan oleh Compassion.
Ketika saya kelas 4 SD, saya sempat ditanya, "Apa cita-citamu?" Saat itu saya masih polos dan menjawab, "Saya ingin sekolah Alkitab dan bisa melayani Tuhan." Puji Tuhan, apa yang saya ucapkan waktu itu, sekarang telah terealisasi. Saya tergolong siswa yang berprestasi di sekolah. Sejak SD -- SMA, saya selalu meraih peringkat 5 besar, dan khusus di SMA, saya mendapatkan Peringkat I Paralel untuk Prodi IPS. Karena prestasi saya, saya dibebaskan dari semua biaya saat SMA, artinya saya sekolah secara gratis selama 3 tahun.
Kemudian, saya memantapkan hati dan mengatakan kepada orang tua bahwa saya ingin sekolah teologi. Orang tua saya menyetujui apa yang saya inginkan. Pertama, saya ingin kuliah di Yogyakarta, tetapi orang tua tidak memperbolehkan karena saya adalah anak perempuan dan orang tua saya tidak ingin anak perempuannya pergi terlalu jauh dari rumah. Orang tua saya memperbolehkan sekolah teologi, tetapi harus di Solo supaya saya bisa pulang ke rumah, dan orang tua bisa terus mendampingi dan mengawasi saya. Akhirnya, saya menyetujui masukan orang tua saya itu dan mendaftar sekolah teologi di Solo. Selama masa pendidikan, saya merasakan bahwa berkat selalu datang tepat pada waktunya, seperti halnya saat saya mendapatkan beasiswa gratis dari gereja untuk sekolah teologi. Tahun 2008, saya mendaftarkan diri di Sekolah Tinggi Teologi "Intheos" dan sangat menikmati masa-masa kuliah di sana. Sebagai mahasiswa teologi, saya tentu menerapkan disiplin rohani kepada saya sendiri. Saya aktif dalam kegiatan kapel, ibadah raya, Kelompok Tumbuh Bersama (KTB), dan selalu berpartisipasi dalam kegiatan yang lain.
Akan tetapi, ketika kuliah memasuki tingkat akhir, entah mengapa beasiswa kuliah saya macet. Artinya, orang tua harus membiayai kuliah, biaya skripsi, dan wisuda saya. Bisa dikatakan itu bukanlah biaya yang kecil. Biaya awal kuliah, SKS, ujian-ujian, biaya skripsi sampai dijilid, semuanya kira-kira 7 hingga 8 Juta. Secara logika, itu sangat berat karena hanya ayah yang bekerja dalam keluarga saya. Akan tetapi, ketika saya harus membayar biaya kuliah, selalu ada pekerjaan tambahan bagi ayah sehingga ayah bisa memberi saya uang dan saya bisa membayar semua biaya kuliah.
Saya adalah orang yang tidak pernah main-main dalam sekolah. Dalam perkuliahan, prestasi akademis tetap saya jaga, hingga akhirnya kerja keras saya itu tidak sia-sia. Saya lulus dengan predikat cumlaude. Dalam hati, saya memang senang bisa memperoleh nilai terbaik, tetapi kompetisi yang sesungguhnya adalah setelah selesai dari bangku kuliah.
Setelah selesai kuliah S1, saya mulai merenung untuk mencari pekerjaan. Saya berpikir bahwa saya pastinya akan menganggur terlebih dahulu karena tidak mungkin melamar sebagai guru Pendidikan Agama Kristen mendekati akhir semester. Ternyata pemikiran saya salah. Dua hari setelah wisuda, calon mertua saya memanggil saya datang ke rumahnya. Beliau menawari saya untuk melanjutkan kuliah dan mengambil program S2. Dan tanggungjawabnya saya harus benar-benar serius kuliah sebisa mungkin lulus nilai terbaik lagi. Waktu itu, hati saya menangis, tetapi saya senang menerima tawaran dari calon mertua saya itu.
Terkadang, saya juga merasa heran karena berkat-berkat Tuhan itu datang pada saat yang tak terduga. Di saat saya berpikir bahwa selesai kuliah S1 saya akan menganggur, justru berkat itu datang dan saya bisa melanjutkan studi S2. Berkat itu disediakan bagi setiap orang yang menanti-nantikan Tuhan. Dan, setiap orang yang diberkati tentu harus mengucap syukur untuk semua yang telah dikaruniakan Tuhan kepadanya.
Manusia diciptakan dengan berbagai potensi dan talenta. Sebenarnya, bisa saja setelah lulus SMA saya mendaftar kuliah di bidang yang lain. Namun, saya tidak mau. Saya ingin hidup dalam panggilan Tuhan. Panggilan yang terus ada dalam hati saya adalah bahwa suatu saat saya bisa sekolah teologi dan menjadi pendidik Kristen. Impian dan panggilan itu terus saya simpan dalam hati dan sudah saya pergumulkan sejak saya kelas VI SD. Mungkin, saya bisa lari sejauh apa pun dan tidak hidup dalam panggilan, tetapi sejauh apa manusia lari, Tuhan Allah mampu menangkap kita dan membawa kita untuk hidup dalam panggilan-Nya. Walaupun saya belum bisa menjadi seorang guru, tetapi saya bersyukur bahwa segala sesuatu dijadikan-Nya indah pada waktunya. Saya tetap bersyukur karena semua yang Tuhan lakukan sungguh amat baik.
Satu Korintus 2:9 berkata, "Tetapi seperti ada tertulis: 'Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan yang tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak timbul dalam hati manusia: Semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.'" Kasih saya kepada Allah, sukacita, pergumulan, dan disiplin rohani yang saya lakukan, semuanya berbuah manis. Walaupun saya harus mengalami kesusahan dengan beasiswa yang macet, tetapi selalu ada jalan yang Allah sediakan dan Ia mencurahkan berkat-Nya yang sungguh luar biasa.
"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11)
[Sumber kesaksian: Amidya]