Teror dalam Rumah
Awal mula dari peristiwa ini adalah adanya hantu yang meneror rumah kami di Sunter. Roh jahat ini sering sekali mengganggu penghuni rumah, terutama kakak dan adik perempuan saya. Kalau malam, kakak saya bisa berteriak-teriak histeris jika sedang diganggu hantu tersebut. Sementara adik perempuan saya pernah melihat kalau setan itu berwujud hanya setengah badan saja. Tidak tahan lagi dengan teror itu, saya (ES) menuruti anjuran teman saya dengan memanggil orang pintar untuk mengusir hantu itu dari rumah. Ia kemudian datang bersama-sama dengan murid-muridnya, melakukan persiapan-persiapan dan ritual-ritual untuk mengusir setan itu pergi. Dan setan itu pun benar-benar pergi, sehingga saya sangat bersyukur padanya. Maka saya pun memberi sejumlah uang padanya sebagai tanda terima kasih, namun saya terkejut karena ia menolak uang itu walaupun saya bersikeras. Hal itu membuat saya simpatik padanya dan menjadi akrab dengannya. Bahkan saya menjadi muridnya; ikut ke mana pun dia pergi.
Seiring berjalannya waktu, saya turut menguasai ilmunya. Kebetulan karena sejak kecil saya juga mendalami ialmu bela diri seperti karate dan kungfu, sehingga tidak terlalu sulit bagi saya untuk menguasainya. Saya sekarang dapat bertarung dengan roh jahat atau pun jin, bahkan dengan jin yang ganas sekalipun. Kalau saya mengurung jin yang ganas dalam botol, maka botol itu akan bergoncang hebat -- seakan mau pecah. Jenis setan ini kita buang ke laut. Namun kalau jin yang tidak ganas, cukup ditutup dengan kain dan dikubur ke dalam tanah, kain itu bergerak-gerak seperti ada sesuatu yang bernapas di dalamnya. Ilmu itu juga bisa dipakai untuk bela diri bila terdesak. Saya bisa menghilang. Tidak sampai di situ saja, dengan ilmu saya, selain mencabut santet, saya juga bisa mengobati hampir berbagai penyakit, sampai kanker sekalipun mudah saya sembuhkan. Sehingga saya banyak dipanggil kemana-mana untuk menyembuhkan orang.
Hal itu terus berlangsung sampai anak kedua kami, David, lahir. Pada usia 1,5 tahun, kami baru menyadari kalau dia tuli. Lalu kami membawanya ke seorang dokter spesialis telinga terbaik, namun sayang menurutnya anak kami tidak bisa sembuh. Yang rusak bukan gendang telinganya, melainkan sarafnya. Tidak puas, saya membawanya ke dokter terbaik di Singapura. Hasil diagnosanya sama, tidak bisa sembuh. Kemudian dari teman-teman, saya mendengar ada sebuah obat yang sangat mujarab milik seorang sakti yang bisa menyembuhkan anak saya, tapi letaknya sangat jauh, yaitu di pedalaman Maluku. Maka saya pun pergi ke sana mencari obat itu, menggunakan pesawat, jalan darat, laut, dan sungai, sampai jauh sekali ke pedalaman untuk mengambil obat itu. Akhirnya dengan susah payah saya mendapatkan juga obat itu. Namun setelah saya pulang dan memberikannya pada anak saya, ternyata anak saya tetap tak bisa sembuh juga.
Hal itu membuat saya putus asa, kenapa penyakit kanker saja dapat saya sembuhkan, tapi penyakit tuli dan bisu anak saya sendiri tidak dapat saya sembuhkan? Saya menjadi gundah, bingung, dan bertanya- tanya. Mengapa ilmu saya tidak mempan, siapa sesungguhnya Tuhan itu? Siapa sesungguhnya Tuhan yang dicari dan disembah banyak agama? Siapa sesungguhnya Tuhan yang berkuasa atas surga? Pertanyaan- pertanyaan tersebut terus mengganggu dan memenuhi pikiran saya dari waktu ke waktu. Sampai suatu waktu saya menemukan Alkitab milik istri saya (istri saya seorang Kristen), saya membaca kitab itu, dan tepat jatuh pada sebuah bacaan di Kitab Ulangan yang berisi: "Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu Allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku."
Saya cukup tergetar membaca ayat ini, namun saya letakan kitab itu dan coba melupakannya walaupun kata-kata dari kitab itu kadang mengganggu saya. Benarkah Tuhan yang sesungguhnya itu adalah pencemburu dan membalaskan kesalahan bapa pada anaknya? Apakah sakit anak saya ini disebabkan karena saya menyembah bukan pada Tuhan yang sesungguhnya? Saya tahu itu kitabnya orang Kristen, sementara saya sangat membenci orang Kristen. Kalau mereka sedang kebaktian, saya sangat kesal dan saya mengusir mereka semua. Setahu saya, semua pendeta Kristen kalau datang pastilah akan meminta-minta uang, membuat orang Kristen sangat jelek di mata saya. Sehingga saya tidak mau menggubris apa pun kata orang Kristen atau pun kitabnya. Tidak lama kemudian, saya kembali menemukan kitab itu, membukanya, dan jatuh pada ayat yang sama. Walau cukup tergetar, saya menaruhnya kembali dan mencoba melupakannya lagi.
Namun kali ketiga, pada lain hari, sesuatu hal membawa saya berusaha mencari kitab itu, dan kembali membuka ayat yang sama. Kali ini peristiwa yang sungguh luar biasa terjadi. Tubuh saya bergetar hebat, saya jatuh, dan jantung saya seperti hendak dirampas keluar dari tubuh saya. Napas saya sangat sesak. Apa yang terjadi? Saya sungguh ketakutan, saya pasti akan mati. Tuhan pemilik kitab ini sedang marah pada saya. Dalam ketakutan dan sekarat, saya lalu berseru: "Tuhan siapakah Engkau ...?" Lalu ada sebuah suara menjawab: "Bukankah selama ini engkau yang bertanya-tanya dan mencari Aku. Akulah yang engkau cari. Akulah Yesus yang memiliki surga!" Saya tersungkur ketakutan sambil berseru, "Ampun Tuhan!" Saya sungguh gemetar, kini saya telah bertemu Tuhan sesungguhnya, yang memiliki surga itu. Saya katakan lagi, "Kini saya tahu Engkau yang punya surga, jadilah Tuhan atas hidup saya!" Saya menangis sejadi-jadinya, sebuah tangisan sukacita dan kasih, sepertinya semua beban saya terlepas.
Setelah itu saya melepaskan semua kepercayaan saya yang lama dan semua ilmu yang saya miliki. Karena sesuai ayat dari kitab yang saya baca, Tuhan yang sesungguhnya adalah Tuhan yang pencemburu, tidak mau diduakan, atau ada hal lain dalam kehidupan orang yang mengikuti-Nya. Saya meminta kepada istri saya dicarikan pendeta untuk membaptis saya. Istri saya sangat terkejut namun juga bersukacita. Maka saya pun dibaptis dan menjadi pengikut Yesus. Setelah itu saya mencoba mempraktikkan ajaran Yesus. Kalau kita mendoakan orang dengan menumpangkan tangan dan mendoakannya dengan sungguh-sungguh, maka orang itu akan sembuh. Maka saya mencoba menumpangkan tangan saya di telinga anak saya, David. Saya mendoakannya dengan sungguh-sungguh, di dalam nama dan kuasa Yesus. Setelah saya selesai mendoakannya, saya mencoba memanggil-manggil namanya.
Yang terjadi kemudian sungguh luar biasa, David kemudian menoleh mengenali suara saya. Sungguh saya sangat bersukacita saat itu, tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan sukacita saya. Tuhan Yesus sang pemilik surga yang saya jumpai itu sungguh berkuasa, pemilik seluruh kuasa di bumi dan di surga. Kini anak saya David dapat bersekolah seperti biasa, dan hidup seperti halnya teman sebayanya. Terpujilah Yesus Kristus Tuhan yang telah menghapus kutuk keturunan, dan menyembuhkan sakit anak saya. Terpujilah nama-Nya. Memang kehidupan di dalam Tuhan Yesus tidak harus selalu penuh dengan hal-hal yang menyenangkan. Namun, melewati banyak prahara dalam hidup saya, Tuhan selalu menolong dan menuntun kita melewati badai yang kita alami. Dan semua itu akan membentuk kita menjadi semakin baik, sebagai anak-anak yang dikasihi-Nya yang menjadi pewaris surga yang dimiliki-Nya. Ia mengasihi saya dan begitu juga Anda. Terimalah kasih-Nya, dan masuk ke dalam jalan-Nya yang penuh damai dan sukacita.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Nama majalah | : | VOICE Indonesia, Edisi 88, Tahun 2007 |
Penulis | : | TS |
Penerbit | : | Communication Department-Full Gospel Business's Men Fellowship International-Indonesia: Yayasan Usahawan Injil Sepenuhnya Internasional (PUISI), Jakarta 2007 |
Halaman | : | 5-7 |