Saat Tak Seorang Pun Datang
"Suatu kali di tengah malam, istri saya memberikan sepucuk senapan ke tangan saya karena ada seseorang yang berusaha masuk ke rumah kami melalui jendela. Saat itu, saya benar-benar akan menembak orang itu."
Rick Sweenie, terjebak di dalam dunia hitam peredaran narkoba, kekerasan, dan kriminal. Kebiasaannya mengonsumsi narkoba mengalahkan segala bentuk pikiran lain yang ada di dalam benaknya.
"Ketika Anda menjadi pecandu, yang ada di pikiran Anda hanyalah tentang narkoba," ujarnya. "Anda tidak akan memikirkan keluarga Anda, Anda tidak akan memercayai seorang pun, dan tentu saja Anda tidak akan memikirkan tentang Allah. Dalam hidup yang semacam itu, yang ada hanyalah kegelapan yang pekat. Anda mengira bahwa Anda masih hidup, tetapi sebenarnya Anda sudah mati."
Kehidupan Sweenie benar-benar terperangkap dalam lingkaran setan. Semakin ia mengonsumsi narkoba itu, ia semakin membutuhkannya. Kebiasaan itu bagaikan seekor ular besar yang melilit seluruh hidup Rick dan sedikit demi sedikit mengencangkan lilitannya, membunuh Rick perlahan-lahan.
"Setelah beberapa waktu, saya bahkan tidak dapat merasakan sensasi dari narkoba tersebut. Obat-obatan itu benar-benar telah mengambil alih hidup saya. Saya mengonsumsi narkoba setiap hari, sepanjang hari -- sebanyak yang dapat diterima tubuh saya. Saya bahkan harus mengonsumsinya untuk dapat bangun dari tempat tidur. Saya tidak dapat bekerja. Saya tidak dapat melakukan apa pun." Obat-obatan terlarang itu pun mendorongnya sampai ke batas kewarasannya. "Suatu kali, saya bahkan pernah terjaga selama 24 jam setiap hari selama seminggu, tanpa makan ataupun minum."
Keinginannya akan narkoba memaksanya menjadi pengedar. Ia tidak dapat melihat cara lain untuk dapat memenuhi kebiasaannya yang memakan biaya $500 setiap hari itu. "Dulu saya dikenal sebagai pengedar narkoba yang terkemuka di kawasan tempat saya tinggal. Saya pikir, saya telah berhasil meniti anak tangga kesuksesan, sebab saya sudah pernah mengadakan pertemuan dengan semua gembong narkoba yang pernah ada. Awalnya, saya sedikit takut karena semua orang dalam pertemuan itu membawa senjata api, tetapi tak membutuhkan waktu yang lama untuk saya akhirnya menjadi sama seperti mereka."
Narkoba dan senjata api adalah dua hal yang berjalan beriringan. Filosofi Rick adalah bahwa ia tidak ingin terlibat dalam baku tembak, sementara ia hanya memegang sebilah pisau. "Saya memiliki banyak senjata api," ujarnya. "Ada saat-saat ketika saya berhutang untuk mengonsumsi narkoba, dan hal itu membuat pengedarnya datang ke rumah saya untuk menagih uang itu. Suatu kali di tengah malam, istri saya memberikan sepucuk senjata api ke dalam genggaman saya karena ada seseorang yang berusaha masuk ke rumah kami melalui jendela. Saat itu, saya benar-benar akan menembak orang itu."
Dalam ketaksadarannya karena narkoba, Rick sering mengamuk dan menembakkan senjata apinya secara serampangan di sekitar rumahnya, ia bahkan pernah menembak istri dan anjing mereka. Tak lama setelah itu, ia akan menceritakan kejadian tersebut kepada rekan-rekannya dan mereka tertawa bersama-sama.
Jalan hidupnya yang dipenuhi narkoba dan senjata api telah menjebloskan Rick ke dalam penjara berkali-kali, ia bahkan tidak dapat mengingat berapa kali ia mendekam di penjara. Pada akhirnya, Rick menghadapi lima tuduhan tindak pidana berat. Sekarang ia menyadari, ia berada dalam masalah besar.
Suatu malam, saat ia sendirian di selnya yang dingin dan gelap, ia mengamati jalan hidupnya. Sambil terduduk di atas matrasnya yang tipis, Rick mulai memandang ke belakang dan mengingat-ingat masa kecilnya. Ia ingat bahwa semasa kanak-kanak, ia pernah pergi ke gereja dan sekolah minggu. Ia ingat ada seorang pria tua yang pernah datang ke rumahnya pada suatu sore, dan menceritakan kepadanya tentang Allah.
Ia menyadari bahwa dalam sepanjang hidupnya, ada orang-orang yang datang kepadanya untuk menceritakan tentang kasih Yesus. Untuk sekian lama ia telah menolak untuk memikirkan tentang Tuhan, ia takut orang-orang akan menyebutnya seorang "Jesus Freak" jika ia memalingkan wajahnya kepada agama untuk menolongnya.
Tetapi di malam yang sunyi itu, Rick menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar agama yang datang untuk menolongnya -- ia menemukan sebuah hubungan. "Saya berdoa sendirian di dalam sel penjara itu. Saya bertobat dan menyesal atas segala sesuatu yang telah saya lakukan. Saya benar-benar percaya bahwa Yesus telah mati bagi saya, dan saya meletakkan iman dan kepercayaan saya ke dalam pengampunan yang Yesus berikan. Malam itu saya menangis."
Sementara air matanya berderai malam itu, Rick tahu bahwa ia adalah seorang yang benar-benar baru. Ia sadar bahwa mulai dari titik itu, ia akan menjadi seorang suami yang lebih baik dan seorang ayah yang akan lebih mengasihi kedua anaknya. Keinginannya akan narkoba tergantikan oleh rasa rindunya kepada Allah.
Rick benar-benar menantikan untuk dapat berbicara kepada seseorang tentang imannya yang baru itu, jadi ia bertanya kepada salah seorang sipir penjara, apakah ada seseorang dari gereja setempat yang akan datang untuk berbicara kepada para narapidana. Sipir itu meyakinkan dia bahwa akan ada seseorang yang akan datang, namun tak ada seorang pun yang datang. "Selama 71 hari itu saya duduk dalam sel saya, tetapi tak seorang pun dari gereja yang pernah datang untuk berbicara kepada saya. Tak seorang pun yang memberi saya Alkitab. Tak seorang pun yang datang kepada saya untuk mengajak saya berdoa bersama, atau memberi saya konseling atau bimbingan. Tak seorang pun yang datang."
Akhirnya, Rick dipindahkan ke penjara yang lain. "Saya tidak pernah memiliki orang yang bisa diajak bicara sampai saya dipindah ke penjara di Negara Bagian Iowa, di sana mereka memiliki pendeta penjara. Akhirnya, saya dapat berbicara kepada seseorang. Pendeta penjara ini adalah seorang pria yang takut akan Tuhan. Ia memiliki sukarelawan yang datang ke penjara untuk melayani para narapidana. Mereka akan meneguhkan kami. Mereka mau berdoa bagi keluarga kami dan memberi dukungan yang besar kepada kami."
Masa-masa yang digunakannya untuk membaca Alkitab, berdoa dengan narapidana yang lain, dan memohon kepada Allah untuk memulihkan hidup dan keluarganya telah membentuk ulang kehidupan Rick, dengan cara yang menakjubkan. Perubahan itu adalah jalan yang amat panjang, ia bahkan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mematahkan kebiasaan-kebiasaannya yang jahat. Namun demikian, ketika orang bertemu dengan Rick hari ini, mereka tidak akan percaya bahwa Rick pernah menjalani kehidupan yang keras, kehidupan yang dibentuk oleh kejahatan.
Bertahun-tahun yang lalu Rick dibebaskan dari penjara, namun kini ia kembali ke sana -- sebagai pendeta penjara. Kini, Rick adalah direktur regional bagi lembaga pelayanan "Good News Jail and Prison Ministries". Ia berkata bahwa ia akan terus mengingat hari-hari yang kelam itu, hari-hari ketika tak seorang pun datang untuk menemuinya. Kenangan akan hari-hari itulah yang mendorongnya untuk menjangkau orang lain yang tidak memiliki harapan. "Hal inilah yang dikerjakan lembaga pelayanan kami: memberi harapan kepada orang-orang yang tidak memiliki harapan. Sebelum saya dipenjara, saya tidak memiliki harapan. Tetapi tiba-tiba, saya dipenuhi oleh pengharapan melalui Yesus Kristus."
Selang beberapa tahun, Tuhan benar-benar memulihkan keluarga Rick. Tak seperti di masa lalu yang dipenuhi oleh kekerasan, sekarang hidupnya dipenuhi oleh damai sejahtera. Rick dan istrinya yang tercinta, Margie, kini telah menikah selama 32 tahun. Kedua anak mereka sering mengunjungi mereka, dengan membawa cucu-cucunya. Ketika mereka bersama, tak ada lagi bunyi tembakan dan mabuk-mabukan, hanya ada suara-suara anak-anak yang tertawa sambil bermain.
Setelah bertahun-tahun hidup dalam pelayanan sebagai pendeta penjara, banyak orang yang menyokongnya untuk mendapat pengampunan dari Gubernur Negara Bagian Iowa. Adalah suatu kesempatan yang langka, pengampunan itu diberikan kepadanya. "Gubernur Branstad mengatakan kalimat ini kepada saya: 'Kau tahu, pengampunan adalah sesuatu yang tampaknya tidak akan pernah terjadi.' Dan saya tahu, pengampunan dari Allah juga memiliki sifat yang seperti itu juga!"
"Ketika saya berdoa dalam sel penjara itu dan menyadari bahwa Yesus dihukum karena karena dosa-dosa yang telah saya lakukan ketika Ia mati di salib, saya benar-benar dibersihkan dari dosa itu. Itulah hari ketika saya menerima pengampunan dari Tuhan. Walaupun pengampunan yang diberikan oleh Gubernur Branstad adalah sesuatu yang luar biasa, akan tetapi pengampunan yang paling saya syukuri adalah pengampunan yang saya terima dari Allah." (t/Yudo)
Judul buku | : | In the Hollow of His Hand |
Judul asli artikel | : | When No One came |
Penulis | : | Gorman Woodfin |
Penerbit | : | Multnomah Publisher, Oregon 2001 |
Halaman | : | 129 -- 133 |