Sahabat

Gambar: KISAH_mengenang

Saya ingin menjadi populer ketika saya bertumbuh dewasa. Namun seperti kebanyakan orang muda lainnya, saya hanya memiliki sedikit teman baik. Sebenarnya, saya akan bahagia jika memiliki seorang sahabat saja, seorang yang sungguh-sungguh adalah sahabat karib saya, namun saya tidak pernah memilikinya. Sementara itu, saudara laki-laki saya memunyai banyak sahabat; setiap orang menyukainya. Saya tidak seperti dia. Saya seorang penyendiri, dan yang lebih buruk, saya sangat kesepian.

Seiring tahun-tahun yang berlalu, saya membangun sebuah benteng di sekeliling hati saya agar tidak seorang pun dapat melukai saya secara emosi. Namun, ketika saya menjadi seorang Kristen, Yesus mulai membongkar benteng hati saya dan melihat kerinduan saya untuk memiliki sahabat yang erat. Ia membuat saya bersedia menanggung risiko sakit hati dan menderita untuk membangun persahabatan dengan orang lain.

Saya bersahabat dengan Ron yang saya kenal sejak kelas 2 SMA. Pada tahun pertama saya mengenalnya, kami berteman hanya melalui aktivitas-aktivitas yang kami lakukan bersama. Kami tidak pernah cukup dekat untuk saling berbagi mimpi dan perasaan-perasaan kami yang lebih dalam. Saya menyukai Ron, tetapi saya tidak pernah merasa diri saya berarti di dalam hidupnya.

Namun demikian, setelah saya menjadi seorang Kristen, saya ingin memberi tahu Ron tentang betapa berartinya Kristus bagi diri saya dan betapa Kristus mengasihi dia. Dalam hati, saya berharap persahabatan kami yang biasa saja dapat menjadi lebih kuat di dalam Kristus. Namun, Ron tidak menyambut perkataan saya. Bahkan ia menilai Yesus tidak layak disembah. Yesus telah mengutuk pohon ara hanya karena pohon itu tidak berbuah; menurut Ron, kemarahan yang tidak masuk akal seperti itu membuktikan bahwa Yesus hanyalah manusia biasa seperti kita.

Sekalipun berbeda, kami menikmati persahabatan kami.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Tentu saja, Allah memengaruhi kehidupan Ron dan menyentuh hatinya. Selama semester I di Universitas San Jose, Ron mengalami situasi yang sangat buruk. Dia selalu memimpikan akan berkarier di Angkatan Udara Amerika Serikat, dan dia sudah bekerja keras di ROTC (Reserve Officers Training Corps -- Korps Pelatihan Perwira Cadangan) sejak duduk di bangku SMA sebagai persiapan lebih lanjut ke perguruan tinggi. Namun karena ia memiliki kelemahan pada penglihatannya, ia ditolak masuk program pilot. Hati Ron sangat hancur. Dia kehilangan minat belajar sehingga gagal. Tidak lama kemudian, ia berhenti kuliah dan menjadi tukang pos. Tugas membosankan mengantarkan surat-surat sedikit mengobati luka di hatinya.

Saya mengira dalam keputusasaannya untuk menemukan sesuatu yang bermakna di dalam hidupnya, hati Ron menjadi lunak dan ia bersama-sama dengan saya menghadiri acara sosial untuk kaum lajang di gereja. Seperti saya, Ron mulai menghadiri pertemuan mingguan sebelum akhirnya mengikuti kebaktian Minggu pagi. Pada saat itu, Ron menjadi seorang Kristen dan anggota aktif gereja.

Salah seorang pemuda yang bersemangat menyambut kami dalam persekutuan gereja adalah Tom. Sekalipun beberapa tahun lebih tua, Tom dapat menyesuaikan diri dengan baik dalam kelompok seusia kami. Dia mantan pemakai obat-obatan ketika ia berusia sekitar 16 tahun. Sekarang, ia seorang Kristen yang taat. Kami melihat dengan jelas bahwa Tom adalah kekuatan dinamis di dalam kelompok pemuda karena setiap orang meminta nasihatnya tentang ke mana dan kapan kami akan bertemu untuk persekutuan, berpesta pantai, dan berbagai kegiatan lainnya.

Tom dan saya cepat menjadi teman karena dia bertanggung jawab membimbing saya di dalam kelompok sel. Seperti beberapa laki-laki lainnya, saya sulit memercayai teman laki-laki apalagi untuk membagikan mimpi dan perasaan-perasaan saya yang terdalam. Saya dapat bersenda gurau bersama laki-laki yang lain, berolahraga bersama, dan bertukar pendapat tentang berbagai topik umum, tetapi saya tidak terlalu suka dekat dengan mereka.

Tetapi Tom senantiasa menelepon dan membujuk saya agar berpartisipasi dalam berbagai organisasi sosial kaum lajang. Saya tidak pernah berhadapan dengan seorang yang begitu gigih berusaha memenangkan hati saya. Sekalipun ia sering mencela sisi perasa saya yang sentimental, ia telah menyejukkan hati saya yang kesepian dengan perhatian yang terus-menerus.

Saya dan Tom sering meluangkan waktu sore hari di restoran, membicarakan gereja dan bagaimana Kristus turut campur di dalam kehidupan kami. Sekalipun pengalaman masa lalu kami jauh berbeda, namun kami sekarang bersaudara di dalam Kristus. Karena itulah di antara kami terbentuk suatu persahabatan yang unik.

Seorang lagi sahabat baik saya selama tahun-tahun pertama saya sebagai orang Kristen adalah Danny. Ia 6 tahun lebih tua dari saya, namun masih hidup dalam perlindungan orang tuanya. Danny menderita penyakit paru-paru sepanjang hidupnya, dan karena pengobatan yang ia jalani tidak berhasil menyembuhkan dia, orang tua Danny menahannya di rumah pada usia yang masih sangat muda. Oleh sebab itu, keterampilan sosial Danny sangat buruk ketika saya pertama kali bertemu dengannya.

Danny kurang berpendidikan dan ia naif, dengan mata menonjol keluar yang membuat sebagian besar orang enggan mendekatinya. Mereka sangat tidak peduli kepada Danny. Ia seorang yang aneh dan sensitif. Bertahun-tahun mengalami kesepian membuatnya nyaris berusaha bunuh diri pada masa mudanya, dan membuat dia telah mendapatkan rasa iba dari orang-orang yang menyadari betapa sulitnya hidup yang dijalaninya.

Sekalipun penyakit paru-parunya belum sembuh, namun kondisi tubuhnya masih memungkinkannya menghadiri kegiatan sosial kami. Danny masih membutuhkan perhatian, dan ia menganggap kami para sahabatnya yang paling dekat. Saya masih ingat ketika ia sering berdiri di dekat jendela mobil saya setelah kebaktian Minggu sore dan menunjukkan perhatian pada kehidupan dan orang banyak selama 1 sampai 2 jam! Pada suatu kali di pantai, ia membiarkan beberapa orang menimbuni dirinya dengan pasir sampai ke leher sekalipun ia mengenakan pakaian biasa. Kemudian mereka menempelkan semacam bulu-bulu di rambutnya yang hitam keriting. Ketika saya berjalan mendekati dan melihat dia kelihatan sangat lucu, saya pun tertawa. Ia sangat sakit hati dengan tawa saya karena setelah mereka melepaskan dia, dengan marah ia mengejar saya. Dalam sejumlah acara, saya melihat diri saya di dalam Danny, dan pada saat ia merasa sebagai orang luar, saya mengetahui apa yang dirasakannya. Jadi, ketika ia mengejar saya di pantai, saya mengetahui dia berteriak dari hati terluka, yang seharusnya membuat saya lebih peka pada keadaan itu.

Kami sering pergi ke pantai, ke taman, dan berjalan-jalan ke San Francisco untuk bersaksi tentang Kristus kepada orang banyak. Biasanya, ketika saya sedang bersaksi, Danny berdoa supaya orang-orang itu tidak marah atau mengganggu kami. Pada suatu saat saya mendesak supaya dia memperkenalkan kami ketika kami mendekati satu pasangan di pantai. Akhirnya, setelah beberapa saat bersikap canggung dan berdiam diri, ia berkata tanpa pikir panjang, "Hai, saya Jerry, dan ini Danny." Pada malam itu, saya mengantar Danny pulang. Ketika saya akan kembali pulang, saya dapat melihat Danny berdiri di balik jendela depan rumah. Ia mengintip dan memerhatikan kepergian saya.

Susan

Pada saat bersamaan saya menjalin persahabatan dengan Ron, Tom, dan Danny, saya bertemu dengan seorang yang menjadi sahabat yang bahkan lebih dekat lagi bagi saya. Susan adalah seorang remaja periang. Dia dipenuhi oleh sukacita masa remaja, dan kebahagiaannya menghadirkan kehangatan bagi setiap orang yang bersama dengannya. Sekalipun demikian, Susan pernah mengalami masa kehilangan ketika ia masih duduk di bangku SMA: ayahnya meninggal karena serangan jantung. Selama masa kehilangan itu, kami menjadi sahabat akrab.

Susan dan saya memiliki perbedaan. Ia telah menjadi orang Kristen sejak kecil. Sebaliknya, saya menjadi orang Kristen beberapa tahun sebelum kami bertemu. Susan duduk kelas tiga SMA dan saya mahasiswa tingkat dua. Sekalipun berbeda, kami menikmati persahabatan kami.

Kami berdua juga menikmati persahabatan dengan orang-orang lain, tetapi kami menemukan kebahagiaan yang sejati dan kami saling percaya, melebihi yang kami dapat lakukan kepada orang lain. Tidak mengherankan bahwa setelah 2 tahun saling bercanda, tertawa, dan menangis bersama pada masa perkenalan kami dengan orang lain, dan berdoa bersama, persahabatan kami pun berkembang menjadi saling mencintai.

Susan mendaftar di Universitas San Jose, dan kami pun menjadi tak terpisahkan. Kami belajar bersama, menonton sepak bola, bola basket, dan polo air, mengikuti kebaktian Minggu, merayakan Paskah serta Natal, berjalan-jalan di pantai California, melayani sebagai relawan Palang Merah untuk membantu korban banjir, membangun rumah tembok untuk orang miskin di Meksiko, dan merencanakan masa depan bersama.

Susan adalah orang pertama yang berkata, "Aku mencintaimu, Jerry." Dialah cinta pertama saya. Dia tertanam kuat di dalam hati saya dan menyemaikan suatu kebahagiaan yang selamanya akan selalu saya jaga.

Saya Bukan Batu

Saya tidak mengetahui berapa kali saya berperan sebagai Simon dan Garfunkel dalam "I Am Rock" sebelum jatuh cinta kepada Susan; barangkali sudah ratusan kali. Hati saya begitu sakit karena merasa kesepian berkepanjangan sehingga saya memiliki kerinduan yang kuat untuk tidak pernah lagi merasa kesepian. Sebenarnya, setiap kali Tom melihat saya mendengarkan lagu yang penuh dengan mengasihani diri itu, ia akan menertawakan saya. Ia menilai sikap dramatis seperti anak pemuda itu menggelikan. Setelah Susan menyatakan cintanya kepada saya, saya tidak pernah lagi merasakan kesepian, satu perasaan yang pernah mengganggu saya.

Sekalipun demikian, konsekuensi paling buruk dari hubungan saya dengan Susan adalah Ron bersikap kasar karena ia selalu merasa sedang bersaing dengan saya. Yang menjengkelkan hatinya ialah Allah telah terlebih dulu menumpangkan tangan-Nya ke atas saya dan tampaknya sudah memanggil saya untuk pelayanan khusus di dalam Kerajaan-Nya. Ketika Susan jatuh cinta kepada saya, rasa permusuhan Ron juga tumbuh, dan ia tidak dapat lagi menahan kemarahannya.

Setiap kali Ron mendapati kami sedang bersama-sama, ia akan menunjukkan kelemahan karakter saya dan mencela keinginan Susan untuk bersama dengan saya. Pada awalnya, saya hanya menertawakan komentarnya yang buruk, tetapi itu hanya membuat keadaan bertambah buruk. Ketika saya menentangnya, ia berkata bahwa saya sedang membayangkan semua rasa sakit saya akan menjadi bagian dia juga. Oleh sebab itu, saya memutuskan untuk mengakhiri persahabatan kami dan mengabaikan dia.

Pada saat itulah, Tom pindah ke Universitas Pepperdine di Malibu. Tom membangun persahabatan baru, memprakarsai berbagai kegiatan baru, dan berkencan dengan gadis yang baru. Sekalipun persahabatan kami tidak berhenti, ada masa yang kosong di dalamnya.

Sahabat saya yang lain, Danny, membuat saya pusing ketika ia menunjukkan sikap rasis ketika merespons hubungan saya dengan Susan, yang seorang kulit putih. Danny dibesarkan dalam sebuah keluarga fundamentalis, yang tidak menerima integrasi antar-ras hingga mengherankan saya bahwa orang tuanya selalu bersikap bersahabat dan hangat terhadap saya. Namun pada suatu sore, Danny berkata kepada saya bahwa Allah menciptakan berbagai ras dengan urut-urutan khusus. Urutan paling atas adalah orang kulit putih, paling bawah adalah orang kulit hitam, dan di tengah-tengahnya adalah orang Asia. Allah menghendaki setiap anggota ras tetap di dalam kelompok mereka. Oleh sebab itu, Ia melarang orang-orang menikah dan berkencan dengan anggota ras lain.

Saya mengetahui bahwa Danny berusaha peka terhadap perasaan saya dan ia hanya berusaha untuk jujur dan terbuka. Ia hanya berpikir bahwa saya sedang melakukan sesuatu yang salah, dan ia ingin mengoreksi saya dengan lemah lembut. Tetapi saya sangat marah; saya berkata kepadanya dengan dingin bahwa kami tidak dapat lagi bersahabat dan ia harus meninggalkan saya. Saya menyesal ketika Danny melangkah berat meninggalkan rumah saya dengan wajah tampak sangat sedih. Namun, saya sangat marah sehingga tidak memanggil dia kembali.

Kehilangan sahabat sangat merisaukan hati saya sehingga saya tidak dapat menemui Susan. Saya mengetahui, Danny mengasihi saya melebihi hidup itu sendiri. Saya tidak menghargai apa yang dilakukan oleh seorang yang begitu mengasihi saya dan baik kepada saya. Saya marah bahwa dia merasa sudah sepantasnya bertindak seperti itu, dan saya pun menahan keinginan untuk menemuinya. Saya bersikap tidak dewasa dan tidak menyadari bahwa saya seperti orang bodoh yang melemparkan sesuatu yang sangat berharga ke dalam lautan.

Lambat laun, Susan menjauhi saya karena ia merasa sakit hati -- ia merasa saya tidak sungguh-sungguh mencintainya. Dan sekalipun saya mengetahui telah tumbuh jarak di antara kami, saya tidak melakukan apa pun untuk menyelamatkan rasa cinta kami. Tidak lama setelah ia pindah ke Texas, ia jatuh cinta kepada pria lain dan mereka menikah beberapa bulan kemudian. Saya pun menyadari bahwa saya telah mengabaikan persahabatan berharga yang Allah sudah berikan.

Namun anehnya, saya tidak menjadi depresi karena kehilangan persahabatan itu. Tidak seperti ketika saya menangis di gereja, saya merasakan kehadiran dan kasih Yesus, dan saya tidak merasa sendirian. Yesus adalah sahabat saya, dan itulah yang paling penting bagi saya.

Beberapa bulan setelah Susan menikah, saya bepergian seorang diri ke Danau Louise di Alberta, Kanada. Di sana, saya berjalan kaki menuju pegunungan Kanada. Saya merasakan ketenangan di danau yang masih alami itu dan merenungkan persahabatan saya bersama dengan Yesus. Dia pribadi yang terus-menerus hadir di dalam hidup saya. Semua hubungan saya telah berubah, kecuali hubungan saya dengan Yesus. Dan saya bahagia, Yesus tidak memerhatikan keinginan hati saya untuk memiliki hati seperti batu. Sekalipun gunung di depan saya begitu indah, saya tidak ingin menjadi batu seperti itu. Saya menyadari jika saya menjadi batu, saya tidak dapat merasakan kasih Yesus.

Saya memikirkan kesetiaan Yesus dalam persahabatan -- Ia tetap bersama saya bahkan ketika saya berusaha membuat-Nya menjadi sejenis sahabat yang saya inginkan (seperti yang dilakukan Danny kepada saya), atau pada saat saya sibuk menyelesaikan masalah pribadi saya dan melupakan kehadiran-Nya di dekat saya (seperti yang dilakukan Tom kepada saya), atau pada saat saya menjadi iri hati terhadap persahabatan orang lain dengan-Nya dan dengan marah mengeluh kepada-Nya (seperti yang dilakukan Ron kepada saya), atau pada saat saya menerima cinta-Nya untuk mendapatkan pengakuan dan membiarkan keinginan saya terhadap diri-Nya berkurang (seperti yang saya lakukan kepada Susan). Sekalipun saya sering mengabaikan kasih-Nya kepada saya dan kurang menghargai anugerah keselamatan, Yesus tetap sahabat saya yang setia.

Setiap kali saya merasa kehilangan seorang teman atau gagal menjadi sahabat-Nya, Yesus bersedia memegang tangan saya erat-erat dan merangkul bahu saya, dan kemudian Ia akan berkata, "Jangan takut, percaya saja." Oleh karena kasih yang begitu besar di mata-Nya, saya percaya bahwa Dia sungguh-sungguh sahabat saya, seperti Lazarus percaya kepada-Nya.

Mengasihi Gereja-Nya

Ketika Yesus berkata kepada para pengikut-Nya bahwa tidak ada kasih yang lebih besar dari kasih orang yang menyerahkan nyawanya untuk para sahabatnya, Dia juga berkata, "Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." (Yohanes 15:12,14) Yesus tidak hanya membangkitkan Lazarus dari kubur, tetapi Ia juga menunjukkan kasih-Nya kepada Lazarus dengan mati bagi dia. Tidak cukup bagi Yesus bahwa Dia adalah sahabat kita dan kita adalah sahabat-Nya, tetapi Dia juga menginginkan kita menjadi sahabat satu dengan yang lain. Tidaklah cukup bagi Yesus bahwa saya berbaring di salah satu danau terindah di dunia di pegunungan Kanada dan menghargai persahabatan-Nya. Yesus ingin saya kembali ke gereja sehingga Ia dapat memulihkan persahabatan yang telah Ia berikan kepada saya yang retak.

Setelah kembali dari Kanada, usai kebaktian Minggu, Danny mendekati saya dan berkata bahwa ia ingin berbicara. Selama beberapa minggu, kami memang tidak saling bicara. Saya mengikuti Danny menuju halaman gedung bagian dalam, tempat ia dapat berbicara secara pribadi. "Jerry," katanya, "aku memikirkan perkataanmu supaya kita tidak usah bersahabat jika aku tidak setuju kamu berkencan dengan gadis kulit putih, dan aku tidak menginginkan hal itu." Danny melanjutkan dengan tergagap, "Tidak masalah bagiku jika kamu berkencan dengan siapa pun yang kamu inginkan."

Jika Yesus dapat mengampuni saya untuk semua kesalahan saya, tentu saya juga dapat mengampuni seorang sahabat yang begitu peduli kepada saya. Sekalipun kata-katanya diekspresikan dengan janggal, saya memeluknya dan tersenyum, dan menggandengnya kembali ke dalam gereja. Sejak sore itu, ras tidak pernah menjadi masalah di antara kami. Pada saat itu, saya melihat jejak kefanatikan pun lenyap dari dalam hatinya karena persahabatannya dengan Yesus.

Sekalipun para dokter yang merawat mengatakan kepada orang tuanya bahwa usianya tidak akan mencapai 20 tahun, namun Danny mencapai umur 50 tahun. Menjelang kematiannya, kami tidak tinggal di negara bagian yang sama. Danny tidak pernah menikah, tidak pernah punya pacar -- sesuatu yang ia mimpikan. Ia masih tinggal bersama ibunya ketika ibunya mengirim pesan kepada saya bahwa kondisi Danny memburuk dan ia dirawat di rumah sakit. Malam sebelum ia meninggal, saya berbicara kepadanya melalui telepon. Danny masih memunyai rencana besar dan juga mimpi-mimpi. Ia ingin membuat sebuah perahu model dan mengikutsertakannya dalam pekan raya. Ia tidak pernah kehilangan sikap optimis dan kepolosannya. Kata-kata terakhirnya kepada saya adalah betapa beruntungnya ia karena memiliki Yesus sebagai Sahabatnya.

Allah juga memperbaharui persahabatan saya dengan Tom segera setelah ia lulus dari Universitas Pepperdine. Tom selalu tahu di mana diperlukan tindakan, dan ia menemukan bahwa hal besar sedang terjadi di Berkeley. Pelayanan yang dinamis sedang tumbuh di sana, dan Tom memperkenalkan saya dengan para pemimpin kunci pelayanan tersebut. Nantinya, Yesus memanggil saya untuk melayani-Nya dalam sebuah pelayanan yang akan menjadi pekerjaan saya.

Pada saat itu, Tom juga menemukan pelayanannya. Setelah menikah dan memiliki anak, ia menjadi direktur pelayanan misi penyelamatan di Oregon. Selama bertahun-tahun ia melayani pria dan wanita yang hidupnya hancur karena alkohol dan obat-obatan. Yesus telah menolongnya, dan sekarang ia melayani Tuhan untuk melakukan hal yang sama bagi orang lain. Tom dan saya tetap membangun hubungan hingga saat ini.

Namun demikian, hubungan saya dengan Ron membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih. Beberapa bulan setelah hubungan kami retak, pada suatu malam yang sudah larut, Ron berdiri di ambang pintu rumah saya dan berkata bahwa kami harus bicara. Selama sejam kami tidak berbicara apa pun. Sekalipun saya dapat merasakan sesuatu sedang mengganggu hatinya, namun saya hanya duduk dan menunggu ia berbicara lebih dulu. Tidak ada mobil lain yang melintas saat keheningan itu berkuasa. Sementara saya meliriknya, ia menundukkan kepala dan mulai menangis. Saya tidak pernah melihat Ron menangis. Dengan penuh air mata, ia berkata bahwa ia telah memperlakukan saya dan Susan dengan buruk. Iri hati dan cemburu telah mencengkeram dirinya dan ia tidak dapat terbebas. Dia ingin saya mengampuninya. Ia ingin kami kembali menjadi sahabat.

Semula saya membenci hal itu. Perilaku Ron telah membuat saya sangat marah karena hal itu tidak dapat saya mengerti. Saya benar-benar tidak ingin mengampuninya. Ia seperti suatu hantaman, tidak hanya bagi saya, tapi juga bagi Susan. Akan tetapi, kuasa kasih Yesus menggerakkan saya untuk memeluk Ron dan mengampuninya. Ketika saya melakukannya, saya merasakan suatu beban berat lepas dari hati saya. Allah telah memulihkan dan memperbarui persahabatan kami. Sejak saat itu, persahabatan itu menjadi suatu berkat. Sesungguhnya tanpa dukungan finansial dan dorongan dari Ron, saya tidak dapat membagikan Injil kepada ribuan orang selama pelayanan saya di Berkeley. Bertahun-tahun Ron mendukung lebih dari setengah kebutuhan saya, dan nantinya saya akan mendedikasikan buku kedua saya untuknya.

Saat ini, Ron beserta istri dan keempat anaknya tinggal di sebuah tanah pertanian di Oregon. Di tempat inilah ia bekerja di kantor pos. Selain membesarkan anak-anaknya untuk menjadi orang Kristen yang takut akan Allah, Ron juga melayani sebagai tua-tua di gerejanya. Ia menjadi contoh orang Kristen dan seorang pemimpin yang baik dalam komunitasnya. Kami masih berhubungan lewat telepon, mendiskusikan betapa Yesus telah memberkati kehidupan kami dengan luar biasa.

Yesus juga mengembalikan persahabatan saya dengan Susan, 2 tahun setelah ia menikah. Lebih dari 20 tahun lalu, kami menikmati makan siang yang menyenangkan di restoran Bob's Big Boy, yang di tempat itu kami juga sering makan malam bersama. Ia terbang dari Texas untuk mengunjungi ibunya di San Jose. Sekalipun kami belum pernah bertemu lagi sejak saat itu, saya masih ingat saat ia berdiri di beranda rumahnya setelah saya memutuskan hubungan dengannya. Ia menangis, matanya memancarkan harapannya kepada saya.

Kami masih berkomunikasi melalui telepon, surat, dan email. Susan selalu menceritakan dua anak laki-lakinya, dan saya selalu menceritakan dua anak perempuan dan satu anak laki-laki saya. Kadang-kadang, 1 atau 2 tahun kami tidak berkomunikasi, tetapi persahabatan kami tetap kuat. Saat mengalami kesedihan, kami selalu tahu bahwa kami saling mendoakan, dan saat kami berada dalam masa-masa yang menyenangkan, sukacita pun ada bersama kami.

Susan menjadi begitu bijak dalam kehidupannya sebagai istri, ibu, dan dalam pekerjaannya dengan anak-anak di Texas yang memiliki masalah mental. Gadis dengan hati emas itu telah meraih gelar master dan sekarang menjadi konselor profesional berlisensi. Sungguh merupakan kombinasi yang sangat hebat: memancarkan begitu banyak sukacita dan begitu bijak! Susan melayani Tuhan dengan sukacita yang meluap dari hidupnya, dan saya sungguh diberkati memiliki seorang sahabat yang penuh perhatian.

Tentu saja, saya tidak akan memiliki para sahabat seperti itu jika Yesus tidak menjadi sahabat terbaik saya, dan jika tangan-Nya yang memulihkan itu tidak ada dalam persahabatan saya. Yesus masih mengajarkan bagaimana menjadi sahabat yang mengasihi dan setia, seperti Ia adalah sahabat yang mengasihi dan setia kepada Lazarus dan saya. Saya bersyukur kepada Allah karena hati saya dapat bernyanyi, "Yesus sahabat terbaikku!"

Download Audio

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul asli artikel : Yesus Pahlawanku -- Kisah Jerry
Judul buku : Bagaimana Saya Tahu Jika Yesus Mengasihi Saya?
Penulis : Christine A. Dallman dan J(erry) Isamu Yamamoto
Penerjemah : Dwi Prabantini
Penerbit : Yayasan ANDI, Yogyakarta 2003
Halaman : 52 -- 63

Tinggalkan Komentar