Tenggelam dalam Lautan Berkat-Nya
Saya (CG) lemas saat mendengar dokter menjelaskan bahwa hidup saya tidak lama lagi -- mungkin hanya sekitar tiga bulan --, kecuali kalau saya melakukan kemoterapi seminggu tiga kali sebagai upaya penyembuhan. Ketakutan untuk menghadapinya menyesakkan hati saya. Kekecewaan juga ikut menyusup karena menurut saya hubungan saya dengan Tuhan berjalan dengan baik. Teringat saat pertama kali saya mengenal Tuhan Yesus, yaitu melalui persekutuan doa kampus di Yogyakarta. Saat itu saya adalah seorang mahasiswa yang berjuang untuk tetap kuliah, karena tidak dapat mengharapkan kiriman uang dari ibu saya yang sangat terbatas dan ayah saya sudah meninggal saat saya masih kecil. Saya bekerja di sana-sini, mulai usaha kecil-kecilan hingga bekerja di sebuah pabrik, untuk membiayai kuliah saya. Tuhan menyertai dan memberi semangat sehingga saya dapat lulus dan meraih gelar sarjana.
Dua tahun setelah melangsungkan pernikahan dengan adik kelas semasa kuliah dahulu, tepatnya pada tahun 1993, saya divonis terkena kanker ganas. Peristiwa ini menjadi pukulan berat bagi saya. Kemoterapi pun saya jalani tanpa saya tahu kalau efeknya akan sangat menyiksa hari-hari saya. Setelah kemoterapi tersebut, saya menjadi mual sepanjang hari, sehingga harus meminum "primperan" agar tidak muntah. Selera makan saya juga hilang sehingga badan saya menjadi lemas sepanjang hari. Saya juga tidak bisa buang air kecil sampai berhari-hari, sehingga keringat terus bercucuran, pikiran menjadi sangat tegang, dan saya tidak bisa tidur sepanjang malam.
Saya harus menelan obat penenang agar saya bisa tidur selama satu jam, selebihnya saya terjaga sepanjang malam dengan penderitaan yang sangat berat. Setiap kali saya terbangun, di atas bantal saya penuh dengan rambut yang rontok -- efek dari kemoterapi. Akhirnya saya mencukur rambut hingga botak. Hati saya semakin tersiksa bila saya memikirkan keadaan ini akan berlangsung sangat lama. Saya sangat sedih namun Tuhan memberikan kekuatan. Ia menuntun saya untuk membaca Alkitab. Melalui firman-Nya, saya mengerti bahwa di balik semua ini ada rencana Tuhan yang indah dalam kehidupan saya, sehingga di hari-hari kemudian saya bahkan dapat menghibur dan menguatkan orang lain. Keajaiban dan kekuatan Tuhan menyertai saya setiap kali saya menjalani paket kemoterapi yang menyiksa itu, sehingga saya dapat menyelesaikan seluruh paket kemoterapi tersebut selama 6 bulan lebih.
Setelah saya menerima kesembuhan dari Tuhan, saya dan istri sangat merindukan kehadiran anak dalam hidup kami. Selain berdoa, kami juga berkonsultasi ke dokter. Istri saya menjalani pengobatan dari dokter kandungan namun tidak membawa perubahan. Maka dokter memberi surat pengantar ke seorang androlog, yaitu dokter yang khusus menangani kesuburan laki-laki. Namun dari hasil pemeriksaan androlog tersebut, ternyata harapan kami untuk memiliki keturunan sangat kecil -- hanya di bawah 5 persen. Ia memberikan obat-obatan yang sangat mahal harganya, namun setelah sekian lama tetap tidak membawa dampak apa-apa, sehingga saya memutuskan untuk berhenti mengonsumsi obat-obatan itu dan sungguh-sungguh berserah kepada Tuhan.
Beberapa waktu kemudian, saat bertugas ke Surabaya selama beberapa hari, saya bertemu dengan seorang teman yang memiliki pergumulan yang sama yaitu ingin memiliki keturunan. Teman itu menceritakan bahwa istrinya mengalami endometriosis. Ia sudah membawa istrinya berobat ke Singapura dengan biaya yang sangat besar untuk inseminasi buatan, bahkan teknik bayi tabung sudah mereka lakukan namun tidak berhasil. Saat itu saya mencoba menguatkan dia dengan menceritakan bahwa Yesus sanggup melakukan perkara yang tersulit sekalipun dan tidak ada yang mustahil bagi Dia. Teman saya memberikan sebuah jawaban yang memukul hati saya. Dia berkata bahwa perkataan saya hanya omong kosong saja karena buktinya saya juga belum memiliki anak. Saat itu saya hanya diam walau hati saya bergejolak. Saya tidak mau berdebat dengannya. Saya hanya berdoa agar Tuhan menenteramkan hati saya saat itu.
Saat kembali ke Bandung, istri saya ternyata sudah tidak sabar menunggu kehadiran saya. Ia mengatakan bahwa ia terlambat beberapa hari. Ia sudah membeli tes kehamilan dan hasilnya positif. Tanggal 21 Oktober 1995, anak kami lahir. Sungguh sebuah mukjizat Tuhan. Pada suatu hari di bulan Desember 1998, saat saya melakukan pemeriksaan rutin, dokter mendeteksi bahwa kanker yang sudah mati selama 5 tahun itu ternyata hidup lagi. Saya diharuskan untuk menjalani kemoterapi lagi sebanyak enam kali. Setelah mendengar saya harus dikemoterapi lagi, saya segera membayangkan kengerian pengobatan tersebut, tetapi puji Tuhan saya dikuatkan oleh teman-teman di gereja. Ketika saya belajar mengucap syukur dalam segala hal, ternyata tidak terasa saya sudah menjalani seluruh paket kemoterapi dan melewatinya dengan baik.
Pada Juni tahun 2000, kami melakukan perjalanan liburan ke Jawa Timur. Ketika hari mulai gelap, kami memasuki kota Kediri dan mampir di sebuah rumah makan untuk makan malam. Tiba-tiba anak kami, Y, turun dari mobil dan berlari dengan cepat karena ingin ke kamar kecil. Saya khawatir dan mengejarnya namun saya terpeleset, dan saat terjatuh saya mendengar bunyi "krak" di kaki saya. Setelah dilakukan rontgen, kaki kiri saya patah tepat di atas pergelangan kaki -- tulang kering patah dan menusuk hingga keluar, dan tulang besar kaki saya remuk berbentuk serpihan-serpihan kecil. Setelah saya dirawat di Kediri, saya memutuskan untuk tidak meneruskan perjalanan dan kembali ke Bandung untuk segera dioperasi. Tiba di Bandung, saya langsung menuju ke salah satu rumah sakit yang khusus menangani masalah tulang. Di sana saya segera dioperasi selama 5 jam. Tulang kering yang sudah putus diikat dengan kawat, tulang besar yang remuk disatukan kembali, lalu dipasang plat dan dibaut sekitar 7 sentimeter sebanyak 4 buah.
Biasanya saya selalu aktif dalam berbagai kegiatan, namun sejak hari itu ke mana pun saya berjalan saya harus dipapah, bahkan untuk membersihkan tubuh saja saya harus dibantu. Dalam keadaan seperti itu, terkadang iman saya lemah tetapi Tuhan Yesus datang menghibur dan memberikan kekuatan, sehingga saya dapat melaluinya dengan penuh pengharapan kepada-Nya.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah | : | SUARA |
Penulis | : | KM |
Penerbit | : | Yayasan Persekutuan Usahawan Injili Sepenuh Internasional (PUISI), Jakarta |
Halaman | : | 21 -- 25 |