Yona Kanamuzeyi

Pembantaian di Rwanda pada tahun 1994 menandai salah satu periode kekerasan konflik berkepanjangan antara etnis mayoritas Hutu dan etnis minoritas Tutsi di Afrika Tengah. Rata-rata, hampir delapan ribu orang dibunuh setiap hari selama seratus hari.

Yona Kanamuzeyi dilahirkan di sebuah keluarga campuran Hutu dan Tutsi, dan ia dibesarkan dalam iman kristiani. Ia menjadi seorang pendeta di kabupaten Nyamata, Rwanda, dan bertanggung jawab mengepalai 24 gereja dengan total enam ribu jemaat.

Ketika ketegangan meningkat antara Hutu dan Tutsi di awal tahun 1994, Yona menyalurkan bantuan kepada pengungsi Hutu. Tidak lama kemudian, tentara-tentara pemerintah Rwanda etnis Tutsi mengejar Yona untuk dihukum mati, dan pada tanggal 23 Januari 1994, lima orang tentara Rwanda tiba di rumahnya meminta dia dan dua orang yang bersamanya ikut dengan mereka untuk ditanyai. Karena sudah merasakan adanya bahaya, Yona membawa serta buku hariannya. Ketika ia mendengar percakapan tentara-tentara ini dari belakang mobil yang membawanya, bahwa mereka bermaksud membunuhnya, dia dengan segera menulis di dalam buku hariannya, "Kami akan pergi ke surga."

Selama perjalanan, Yona bertanya kepada dua orang tahanan lainnya tentang keyakinan mereka akan keselamatan, dan mereka bertiga bernyanyi bersama, "Ada suatu tempat penuh kebahagiaan ..., tempat orang-orang suci berdiri dalam kemuliaan."

Ketika mereka tiba di sebuah kamp militer, Yona meminta kepada sersan yang bertugas, jika ada sesuatu yang buruk menimpanya, untuk mengembalikan buku harian dan uang yang ada di dompetnya kepada istrinya. Pria itu menjawab, "Kamu lebih baik berdoa kepada Tuhanmu."

Yona dibunuh setelah ia menulis kata-kata ini, "Tuhan Allahku, sekarang aku berdoa, meminta belas kasihanmu, terimalah hidup kami. Dan, kami berdoa, balaskan darah kami yang tidak berdosa dan tolonglah tentara-tentara ini yang tidak tahu apa yang mereka perbuat."

Tangan Yona diikat ke belakang, digiring menuju sebuah jembatan, dan ditembak di sana. Setelah para tentara membuang mayatnya ke dalam sungai, salah seorang tahanan yang bernama Andrew, dibebaskan. Para tentara memperingatkan Andrew untuk tidak membocorkan apa yang sudah ia saksikan. "Kami akan mengantarmu pulang, tetapi ingat, jika kamu menceritakan pembunuhan seorang pendeta kepada siapa saja, kamu juga akan dibunuh," kata mereka.

Andrew akhirnya berhasil melarikan diri dari Rwanda. Daripada tutup mulut, dia menceritakan kepada setiap orang apa yang telah ia saksikan. Ia selalu menceritakan doa-doa dan lagu-lagu yang menenangkan Yona ketika dia menghadapi kematian.

Diambil dan disunting dari:

Judul buletin : Kasih Dalam Perbuatan, Edisi November -- Desember 2012
Penulis : Tidak dicantumkan
Penerbit : Yayasan Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya 2012
Halaman : 12

"Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21)

< http://alkitab.sabda.org/?Flp+1:21 >

Kategori: 

Tinggalkan Komentar